Sekali-sekali saya selaku penulis seluruh isi blog ini pengen juga ber-Narzis-ria, satu hal yang jarang saya lakukan belakangan ini, sejak dikritik oleh seorang rekan kantor yang kini jadi malas berkunjung lantaran Narzis tadi itu.
Tentu saja postingan ini bakalan berlanjut ke posting berikutnya yang isinya jauh lebih Narzis. Mohon untuk dimaklumi.
***
PANDE merupakan salah satu dari empat soroh yang terangkum dalam Catur Lawa (empat daun teratai) Pasek, Pande, Penyarikan dan Dukuh- yang memiliki keahlian dalam urusan Teknologi dan Persenjataan.
Ini bisa dilihat eksistensi pura masing-masing di Besakih, yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dalam berbagai kegiatan Ritual dan Spiritual. Dimana Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pangan, baik yang sakral maupun yang biasa, yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan kegiatan ritual dan spiritual di Pura Besakih.
Menurut cerita lain, mengungkapkan bahwa PANDE merupakan salah satu dari beberapa putra yang dimiliki oleh satu leluhur (penglingsir) di Bali, dimana para putra inilah yang nantinya menjadi cikal bakal soroh yang ada di Bali (bukan kasta atau wangsa). Dimana masing-masing putra Beliau ini memiliki keahlian yang berbeda, itu sebabnya pula ada perbedaan dari isi banten, doa maupun tirtanya.
Sehingga seorang pedanda (dari soroh ida bagus) tidak boleh memberikan tirta untuk hal2 “kepandean” ke soroh PANDE, karena soroh Pande memiliki pedanda sendiri yg bergelar Sri Empu dengan penyupatan tersendiri bagiumatnya, begitu sebaliknya di soroh yg lain.
PANDE sendiri tidak termasuk dalam Catur Warna (belakangan berkembang disebutkan menjadi Catur Wangsa), yang merupakan empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan ketrampilan (karma) seseorang, serta kwalitas kerja yang dimiliki sebagai akibat pendidikan, pengembangan bakat yang tumbuh dari dalam dirinya dan ditopang oleh ketangguhan mentalnya dalam menghadapi suatu pekerjaan. Empat golongan itu adalah: Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra.
Dalam perjalanannya, soroh PANDE sangat jarang ditemui berebut mengganti nama atau sorohnya tersebut menjadi soroh lain, misalkan saja ada kasus yang menyebutkan bahwa salah satu soroh PANDE, berkembang mengganti atau menamakan keturunannya dengan Ngakan, I Dewa, Anak Agung atau I Gusti.
Di Denpasar, Tabanan dan Singaraja sudah biasa bahwa satu soroh dengan nama depan I Gusti, memiliki keturunan yang diubah menjadi AA (Anak Agung) sebagai nama depan. Bahkan ada juga I Dewa jadi AA dan yang AA menambah gelar Ida sehingga menjadi Ida AA.
Hal ini kabarnya merupakan satu keminderan pada soroh sendiri sehingga akan jadi jauh lebih PeDe jika memakai nama soroh lain. Tentu jauh berbeda dengan soroh PANDE yang dikenal sangat bangga dengan nama depannya tersebut sehingga tetap dipakai pada keturunannya sendiri. Bahkan ada juga yang memakaikannya sebagai nama Blog.
Comments
Post a Comment