Skip to main content

Compare antar Ponsel China

Makin tingginya minat rekan-rekan kantor untuk memiliki ponsel multifungsi merek China, yang ditawarkan dengan harga yang murah dan bersaing, lebih banyak mempertimbangkan fitur yang tersedia dibanding jaminan kualitas produk itu sendiri.


Dengan harga rata-rata dibawah angka 2 jutaan, sudah bisa memiliki alat komunikasi canggih yang bisa menampung dua nomor beda jaringan gsm-cdma dan aktif bersamaan, satu pertimbangan utama bagi mereka yang bosan dan kerepotan harus membawa dua ponsel setiap saat.


Belum lagi fitur lain yang ditawarkan rata-rata melebihi fitur yang dimiliki oleh ponsel branded dalam rentang harga yang sama. Katakanlah televisi analog (tanpa pulsa), layar sentuh nan lebar, musik player dengan speaker yang jernih pada rentang volume tertentu, 2 buah kamera -dimana kamera depan bukanlah berfungsi sebagai video call layaknya ponsel 3G atau malahan buat foto diri bagi yang narzis, tapi hanya sebatas kamera tambahan yang digunakan sebagai web cam saat disambungkan dengan PC via kabel datanya.


Ngomong-ngomong kamera, rata-rata besaran yang disematkan adalah sekelas 1,3 MP namun hasil jepretannya setara kualitas kamera VGA dari ponsel branded, macam Nokia misalnya. Hanya saja yang paling menarik diungkap adalah hasil yang nyaris blur, rupanya sama antara satu ponsel dengan lainnya. Kebetulan ponsel teve yang penulis dapatkan dari GStar kmaren dan merk D-One.


Secara default, pengaturan dimensi kamera ponsel China di-set dalam ukuran QVGA (320×240 pixel) yang tentunya harus diatur lagi saat ingin menggunakan besaran paling maksi. Yang patut diingat ya kamera kedua pada ponsel tadi (diatas layar depan), tidak dapat digunakan sebagai foto diri ataupun video call. Jadi pengaturan kamera depan ini takkan ditemukan dalam pengaturan Kamera manapun. Kamera depan bakalan terpakai apabila kabel data terpasang pada handset ke pc setelah diset sebagai Web cam. jadi fungsinya ya cuman satu itu dengan resolusi Cif.


Tapi memang bukan hanya hasil kameranya yang sama, tapi juga tampilan menu dan aksesnya pun tak jauh beda. Mirip-mirip MP4 Player. Termasuk satu kesulitan saat menetapkan satu file musik (format mp3) sebagai nada dering panggilan, yang harus di-set terlebih dahulu pada musik playernya, baru diubah lagi via Profil.


Hanya saja dengan keterbatasan jumlah nada yang bisa ditampung dalam Profil (ini biasanya terjadi pada ponsel Nokia angkatan jadul layar item putih), pengaturan dari musik player tadi bisa saja gagal dilakukan, jika keterbatasan tadi mencapai jumlah maksimum. Jadi musti dilakukan pergantian dahulu baru bisa di-set sebagai nada panggil. Ribet banget !

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dil...

Menantu Mertua dan Calon Mertua

Menonton kembali film lama Meet the Parents (2000) yang dibintangi oleh Ben Stiler dan Robert De Niro, mengingatkan saya betapa terjalnya perjalanan seorang calon menantu untuk mendapatkan kepercayaan sang calon mertua, atas putri kesayangan mereka yang kelak akan diambil menjadi seorang istri dan pendamping hidup. Meski ‘kekejaman’ yang ditunjukkan oleh sang calon mertua dalam film tersebut *sosok bapak* jauh lebih parah dari yang saya alami, namun kelihatannya cepat atau lambat, akan saya lakoni pula nantinya. Memiliki tiga putri yang salah satunya sudah masuk usia remaja, adalah saat-saat dimana kami khususnya saya sudah sewajarnya masuk dalam tahapan belajar menjadi seorang kawan bagi putri sulung saya satu ini. Mengingat ia kini sudah banyak bertanya perihal masa lalu yang saya miliki, baik soal pendidikan atau sekolah, pergaulan dan hobi. Memang sih untuk urusan pacar, ia masih menolak berbicara lebih jauh karena berusaha tak memikirkannya, namun sebagai seorang Bapak,...

Pengetahuan kecil tentang soroh PANDE

Sekali-sekali saya selaku penulis seluruh isi blog ini pengen juga ber-Narzis-ria, satu hal yang jarang saya lakukan belakangan ini, sejak dikritik oleh seorang rekan kantor yang kini jadi malas berkunjung lantaran Narzis tadi itu.  Tentu saja postingan ini bakalan berlanjut ke posting berikutnya yang isinya jauh lebih Narzis. Mohon untuk dimaklumi. *** PANDE merupakan salah satu dari empat soroh yang terangkum dalam Catur Lawa (empat daun teratai) Pasek, Pande, Penyarikan dan Dukuh- yang memiliki keahlian dalam urusan Teknologi dan Persenjataan. Ini bisa dilihat eksistensi pura masing-masing di Besakih, yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dalam berbagai kegiatan Ritual dan Spiritual. Dimana Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pan...

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.