Tumben semesteran ini ada kuliah tamu yang dilaksanakan untuk melengkapi pengetahuan perihal Alternatif Penyelesaian Sengketa diluar Badan Peradilan yang dikemukakan oleh salah seorang mantan pejabat Kajati Bali, sekaligus pula mantan wakil rakyat, Bapak I Made Suwinda SH, yang terakhir menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara.
Kuliah yang dimulai sekitar jam setengah enam sore di aula lantai empat auditorium Univ.Udayana, berlangsung mengasyikkan lantaran apa yang disampaikan tidak terpaku pada text book melainkan pengalaman Beliau saat memimpin lembaga peradilan untuk penyelesaian sengketa. Sampai-sampai laptop yang sengaja dibawa untuk menjajal keberadaan wifi di lantai tersebut, tak kesampean tergunakan.
Ternyata dari sekian pemaparan yang diberikan oleh Beliau, ada satu hal yang paling penting untuk diingat oleh siapapun yang akan mengalami suatu sengketa. ‘sebaiknya menghindari penyelesaian melalui proses pengadilan’ dimana kalah menang sama saja jadi arang, atau ‘sebisa mungkin menghindari yang namanya terlibat dengan para penegak hukum, aparat kepolisian, pengacara dan hakim’.
Keunikan pendapat Beliau ini bukan tanpa alasan, tetapi lebih banyak mengacu pada proses selama pengadilan itu berlangsung. Membuang waktu sia-sia, membuang tenaga tak jarang hingga memicu stress dan tentunya membuang uang untuk membayar pengacara de el el.
Yang terakhir tentu ‘Jangan sampai mengorbankan Lembu hanya untuk memenangkan Kucing...
Ini untuk menyoroti pertikaian dalam keluarga masyarakat Bali terkaitan pembagian tanah warisan, agar memikirkan kembali keinginan untuk menyelesaikannya lewat pengadilan. Apabila dari segi ekonomisnya, pengeluaran untuk biaya pengadilan, pengacara de el el akan jauh lebih besar bila dibanding nilai tanah itu sendiri.
Untuk itulah ada Alternatif Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan, seperti dimulai dari paling sederhana yaitu Negosiasi (perundingan dua pihak bersengketa tanpa keterlibatan orang ketiga), apabila mentok, dilanjutkan dengan Mediasi (perundingan dengan menunjuk seorang Mediator yang disetujui kedua pihak dan berpengalaman dibidang obyek sengketa), dan terakhir ada Arbitrase (dimana penyelesaian oleh seorang Arbiter/Arbitrator yang hanya ada beberapa orang saja di Indonesia ini).
Dua penyelesaian terakhir kabarnya sudah diterapkan di belahan negara barat, yang memiliki karakter khas paling disukai masyarakat yaitu proses yang sederhana sehingga cepat bisa diselesaikan serta biaya yang jauh lebih murah. Namun yang terpenting adalah penyelesaian yang mengutamakan prinsip ‘win-win solution’ -adil bagi kedua pihak yang bersengketa.
Mengingat nilai tambah yang diberikan oleh Alternatif Penyelesaian Sengketa tadi, Bapak I Made Suwinda SH sempat pula memberikan sedikit pertimbangan untuk memasukkan klausul dalam perjanjian Kontrak saat mengadakan perjanjian kerja sama, perihal penyelesaian sengketa yang apabila terjadi kemudian hari, disepakati untuk diselesaikan dengan cara Mediasi atau Arbitrase.
Hmmm.. tumben nih materi kuliahnya sampe tampil di Blog.
J yang mengherankan, rasa2nya aku jadi tau asal usul nama si kecil Anton jr. -Bani…. 🙂
Comments
Post a Comment